MusikPop adalah Musik yang mudah hidup dan mudah di hafal masyarakat atau rakyat luas. Musik Dangdut yaitu salah satu genre yang sangat Populer.Musik Dangdut berasal dari musik Melayu.Nama Dangdut berasa dari kata Dang Dan Dut yang yang di ambil dari suara Gendang. Orang yang berjasa dalam Musik Dangdut yaitu : 1.
Dangdut merupakan salah satu dari genre musik populer tradisional Indonesia yang di dalamnya terkandung unsur-unsur musik Hindustani India Utara, Melayu, dan Arab. Dangdut memiliki ciri khas pada dentuman tabla alat musik perkusi India dan gendang.[2][3] Dangdut juga sangat dipengaruhi dari lagu-lagu musik tradisional India dan Bollywood. DangdutSumber aliranHindustani, Melayu, Arab, patrol, gamelan, rok, pop, houseSumber kebudayaanTh. 1970-an Melayu, IndonesiaAlat musik yang biasa digunakanTabla dapat diganti dengan ketipung, drum set, suling, tamborin, gitar akustik atau elektrik, mandolin, bass, saksofon, terompet, kibor, dll.[1]SubgenreDangdut "asli" Rhoma Irama, Meggy Z, Elvy SukaesihKoplo Jawa Timur, Jawa Tengah & YogyakartaJaranan dangdut Nganjuk & BanyuwangiDangdut rampak/Calung Jawa Barat & BantenDangdut gondang Sumatra UtaraDangdut tarling Cirebon & KuninganDangdut HouseDangdut TeknoDangdut elektro Sulawesi Selatan, Aceh & Sumatra BaratPopdutRokdutReggae dangdutGenre campuran fusionCongdutCampursariFunkotVersi regionalDangdut di MalaysiaTopik lainnyaMusik Indonesiapop Indonesiapop Melayu Sebuah pertunjukan musik dangdut modern di Plaza Surabaya. Awalnya musik dangdut dikenal dengan nama "orkes Melayu". Kemudian, dangdut dipengaruhi musik India melalui film Bollywood yang dibawakan oleh Ellya Khadam dengan lagu "Boneka India", sehingga terlahir sebagai Dangdut pada tahun 1968 dengan tokoh utama Rhoma Irama. Dalam evolusi menuju bentuk musik kontemporer, sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India terutama dari penggunaan tabla dan Arab pada cengkok dan harmonisasi. Perubahan arus politik Indonesia pada akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rok, reggae, pop, bahkan musik dansa elektronik house dll.[1] "Dangdut rohani" dapat dianggap sebagai arah lirik khusus misalnya, album Haji oleh Rhoma Irama. Pengaruh India juga sangat kuat didalam genre musik dangdut ini, melainkan dari gaya harmoni dan instrumen, juga dipopulerkan dengan lagu-lagu dangdut klasik yang bertema India yang dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi dangdut populer seperti Rhoma Irama dengan lagunya yang berjudul Terajana, Mansyur S. dengan lagunya yang berjudul Khana, Ellya Khadam dengan lagu Boneka India dan Via Vallen dengan lagu berjudul Sayang menjadikan musik dangdut lebih dikenal lagi saat ini. Dangdut sebenarnya telah menjadi musik rakyat di Indonesia dan mengungguli aliran musik lain dalam popularitas[2][3] orang-orang suka menyanyikan lagu-lagunya dengan karaoke, baik untuk diri sendiri maupun saat perayaan se-keluarga, pegawai di kantor-kantor pemerintahan pusat melakukan senam dengan musiknya sebelum mulai bekerja, dan sebagainya. Selain di Indonesia dangdut cukup popular pula di Malaysia, meliputi sejumlah nama pedangdut dari Indonesia.[4][5]
Sebenarnyapupuk-pupuk dangdut telah muncul sejak lahirnya musik Melayu Deli pada 1940. Hal ini terjadi karena beberapa orang senang bereksperimen dengan aliran-aliran musik yang pernah ada di Indonesia seperti musik India. Perkembangan ini juga semakin pesat karena didorong dengan politik anti-Barat yang selalu dicetuskan oleh Soekarno. Dangdut merupakan salah satu genre musik tradisional populer dari Indonesia yang berakar pada musik-musik Malay, Hindustani, dan Arab. Unsur Arab pada genre musik ini muncul dari pedagang-pedagang yang berasal dari Gujarat seiring dengan penyebaran agama Islam oleh mereka. Selain dari pedagang Gujarat, yang menjadi pengaruh besar lainnya adalah musik-musik India yang digunakan dalam film-film Bollywood, sebelum akhirnya sejarah musik dangdut dimulai pada tahun 1968. Genre musik ini amat sangat populer karena vokalnya dan instrumen yang digunakan sangat melodis, terutama tabla. Perjalanan Musik Dangdut di Indonesia Pada tahun 635, sangat banyak saudagar-saudagar Arab yang muncul di Indonesia. Meskipun tujuan awal mereka adalah berdagang, mereka juga menyelipkan beberapa ilmu tentang Islam dimana ini juga menjadi awal penyebaran agama Islam di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya agama Islam, para saudagar dari Arab ini juga memperkenalkan Qasidah. Qasidah yang awalnya diperkenalkan oleh saudagar Arab kembali diperkuat dengan munculnya saudagar dari Gujarat pada tahun 900 hingga tahun 1200 dan disusul oleh saudagar dari Persia pada tahun 1300 hingga tahun 1600. Raja dangdut Rhoma Irama Pada tahun 1870, musik dangdut masih terus dierami dengan masuknya tren alat musik bernama Gambus yang berasal dari Arab. Alat musik tersebut memiliki bentuk seperti gitar, tapi suaranya rendah. Alat musik ini masuk bersamaan dengan migrasinya orang-orang Arab dengan marga Hadramaut dan orang Mesir setelah dibukanya terusan Suez dan dibangunnya pelabuhan Tanjung Priok tahun 1877 serta saat Koninklijke Paketvaart Maatschappij Perusahaan Pelayaran Kerajaan KPM pada tahun 1888. Saat itu, para musisi Arab menggunakan gambus sebagai iringan saat mendendangkan musik mereka. Pada awal abad ke-20, lagu dengan iringan gambus menjadi sangat terkenal di kalangan masyarakat Arab-Indonesia. Melihat perkembangan musik gambus ini, Syech Albar yang merupakan ayah dari musisi Ahmad Albar memutuskan untuk membuat sebuah orkes gambus yang bermarkas di Surabaya. Kesuksesan orkes gambus milik Syech Albar ini membawanya melakukan rekaman dengan media piringan hitam dan Columbia yang terjual sangat cepat di Singapura dan Malaysia pada tahun 1930. Satu tahun kemudian, musik Melayu Deli muncul di Sumatera Utara pada tahun 1940 dan diprakarsai oleh Muhammad Mashabi bersama dengan Husein Bawafie. Musik ini lalu berkembang terus ke Jakarta bersamaan dengan dibentuknya Orkes Melayu. Ratu dangdut Elvi Sukaesih Aliran musik baru masuk lagi ke Indonesia pada tahun 1950. Musik yang dibawa oleh Edmundo Ros, Xavier Cugat, Perez Prado, dan Los Panchos merupakan musik Amerika Latin yang kemudian menjadi lekat dengan telinga orang Indonesia. Pada masa ini, sejarah musik dangdut kembali berubah karena musiknya sudah berbeda jauh dengan musik Melayu yang menjadi acuannya meski masih terasa gaya Melayu di dalamnya. Sebenarnya pupuk-pupuk dangdut telah muncul sejak lahirnya musik Melayu Deli pada 1940. Hal ini terjadi karena beberapa orang senang bereksperimen dengan aliran-aliran musik yang pernah ada di Indonesia seperti musik India. Perkembangan ini juga semakin pesat karena didorong dengan politik anti-Barat yang selalu dicetuskan oleh Soekarno. Masa ini mencatat nama-nama besar seperti Said Effendi dengan lagu Seroja-nya, P. Ramlee dari Malaya serta Husein Bawafie yang merupakan salah satu penulis lagu terkenal. Pada tahun 1968 akhirnya musik dangdut telah selesai digodok dan mulai muncul ke permukaan. Salah satu tokoh kunci dalam lahirnya musik dangdut ini adalah Rhoma Irama dengan Soneta Group pimpinannya. Dua tahun kemudian mulai muncul nama-nama yang sampai sekarang masih terkenal seperti Mansyur S., A. Rafiq, dan Muchsin Alatas. Pada tahun 1970 juga dangdut menjadi jauh lebih modern karena politik Indonesia pada masa itu mulai ramah terhadap budaya-budaya yang dibawa dari Barat seperti gitar listrik, perkusi, saksofon, dan organ elektrik. Alat-alat musik baru tersebut semakin membuka peluang variasi bagi musik dangdut. PerjalananMusik Dangdut di Indonesia Pada tahun 635, sangat banyak saudagar-saudagar Arab yang muncul di Indonesia. Meskipun tujuan awal mereka adalah berdagang, mereka juga menyelipkan beberapa ilmu tentang Islam dimana ini juga menjadi awal penyebaran agama Islam di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya agama Islam, para saudagar dari Arab ini juga memperkenalkan Qasidah. DANGDUT merupakan salah satu dari genre seni musik populer tradisional Indonesia. Irama musiknya sangat identik dengan ciri dentuman tabla alat musik perkusi India dan gendang. Jenis musik ini bahkan dianggap sebagai musik khas dari Indonesia. Tapi tahukah anda tentang asal usul genre musik ini ? Yuk kita kupas. Pernah dengar istilah Nasida Ria dengan “gaya” baru? Jawabannya bisa mengetik “Qasima” di kolom pencarian YouTube, maka muncul deretan rekaman video yang menampilkan gadis-gadis muda berhijab layaknya kelompok Nasida Ria yang begitu populer sejak era 1970-an. Qasima memang bukan Nasida Ria yang begitu melegenda dengan lagu-lagu religi Islam. Kelompok musik ini menyuguhkan nada-nada asmara dengan alunan dangdut, bahkan sesekali dimainkan dengan versi “koplo”. Suguhan yang cukup kontras dengan busana muslimah yang dikenakan para personil Qasima. Grup ini memang mengadopsi gaya panggung Nasida Ria. Hanya saja, mereka tampaknya ingin tampil beda dengan membawakan tembang-tembang yang bisa mendorong pinggul untuk bergoyang. Para kaum hawa dengan menyandang gitar, menepuk ketipung, meniup seruling, terlebih lagi menggebuk drum, semuanya berjilbab menjadi tontonan alternatif untuk grup dangdut yang umumnya didominasi pria. Grup asal Magelang ini juga menyuguhkan genre musik qasidah, pop, bahkan rock, tapi judul-judul lagu yang mereka bawakan didominasi oleh tema percintaan, seperti Kelangan Kehilangan, Cinta dan Dilema, Karena Cinta Terlarang, Tembang Tresno, dan lainnya. Apa yang dilakukan Qasima dengan menyadur gaya Nasida Ria walaupun dengan warna yang berbeda bukan hal asing, sosok penyanyi dangdut A. Rafiq dengan gaya Elvis Presley era 1980-an bisa jadi contohnya. Apa yang dipertontonkan oleh Qasima itu justru menjadi keistimewaan dangdut yang tidak dimiliki oleh aliran musik lain, yakni fleksibel lagi dinamis. Jenis musik yang kerap dituding tidak berkelas ini memang juara jika bicara soal keluwesan. Dangdut bisa dipadukan dengan apapun, dari keroncong sampai musik cadas. Itulah yang boleh jadi menjadi alasan mengapa dangdut selalu ada di setiap titik masa dalam sejarah musik Indonesia, karena bisa menyentuh berbagai kemasan termasuk untuk kepentingan berdakwah. Ada masa di mana dangdut diidentikkan sebagai jenis musik santun, sempat pula dianggap sebagai antithesis untuk melawan musik rock yang seringkali dituding liar lagi brutal. Bahkan, dangdut pernah menjadi media yang cukup efektif untuk berdakwah, menyebarkan nilai-nilai keagamaan, khususnya ajaran Islam. Pada era 1960-an, tersebutlah biduan bernama Rofiqoh. Ia lebih dikenal sebagai Rofiqoh Dharto Wahab dengan menyertakan nama suaminya. Rofiqoh bolehlah disebut sebagai pelopor musik dangdut religi di Indonesia. Ia adalah penyanyi qasidah dan gambus yang juga seorang qoriah berbakat. Bahkan, seperti disebut oleh Jajat Burhanuddin 2002 dalam buku Ulama Perempuan Indonesia, Rofiqoh sah-sah saja dikategorikan sebagai mubalig jika mengikuti alur gradasi definisi tentang pengertian ulama yang kini semakin luas dan cenderung bisa disematkan kepada orang-orang yang menyiarkan ajaran agama, dalam konteks apapun. Di periode selanjutnya, muncullah nama Rhoma Irama dengan Soneta Grupnya, grup dangdut yang dibentuk pada 13 Oktober 1973. Meskipun juga sering menciptakan lagu-lagu bertema asmara, tapi pria bernama lahir Raden Irama alias Oma ini dikenal pula sebagai musisi dangdut sekaligus seorang pendakwah. Sejak debutnya pada awal dekade 1970-an itu, Rhoma sudah menggunakan jargon “Voice of Moslem”. Berdakwah lewat dangdut ternyata sangat digemari. Buktinya, pada 1984, penggemar Rhoma dan Soneta tidak kurang dari 15 juta orang atau 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia saat itu Tempo, 30 Juni 1984. Dari situ pula ia memperoleh julukan Raja Dangdut. Di kurun yang sama dengan masa kemunculan Rhoma Irama, lahir pula Nasida Ria, dibentuk pada 1975 di Semarang. Grup yang beranggotakan 9 muslimah ini mengusung musik qasidah dengan gaya Timur Tengah dan memakai alat-alat musik modern Ziauddin Sardar & Robin Yassin Kassab, Muslim Archipelago, 2013. Rhoma Irama dan Soneta maupun Nasida Ria melahirkan lagu-lagu Islami yang masih terjaga kesakralannya hingga kini. Mereka pun masih eksis dengan menerapkan regenerasi kendati sulit untuk mencapai ketenaran seperti dulu. Akar lahirnya dangdut di Indonesia disebut-sebut mulai muncul pada dekade 1940-an, bermula dari musik Melayu yang cukup populer di Indonesia bagian barat. Kala itu, belum lahir istilah dangdut, orang-orang menyebutnya dengan nama musik Melayu-Deli Balai Bahasa Yogyakarta, Dari Tradisi ke Modernisasi, 2009. Musik Melayu-Deli itu sebetulnya mirip dengan keroncong. William H. Frederick 1982 dalam Rhoma Irama and the Dangdut Style Aspects of Contemporary Indonesian Popular Culture, bahkan menyebut musik keroncong di era itu dikatakan sebagai orkes melayu. Orkes melayu atau yang biasa disingkat inilah yang nantinya menjadi istilah untuk menamakan grup atau kelompok musik ber-genre dangdut, bahkan sampai saat ini. Para penggemar dangdut tentunya akrab dengan grup-grup macam Monata, Sera, Sagita, Palapa, Latansa, dan sejenisnya. Stigma kacangan musik dangdut ada benarnya juga, seperti yang pernah disandang keroncong. Di era kolonial, keroncong –yang notabene pendahulu dangdut– dipandang oleh masyarakat kelas atas, yakni bangsa Eropa/Belanda, secara hina sebagai produk kehidupan kelas kampung Pesan-pesan Budaya Lagu-lagu Pop Dangdut dan Pengaruhnya, 1995. Kendati begitu, dangdut tak pernah mati. Bahkan sejak dalam wujud embrio, dangdut secara elastis mampu beradaptasi dengan perkembangan musik global dan akhirnya terlahir sebagai jenis musik sendiri. Di masa awalnya, dangdut –yang berangkat dari musik Melayu dan keroncong– berbaur pula dengan jenis musik lainnya, semisal musik dari India, Timur-Tengah, bahkan Latin Max Richter, Musical Worlds in Yogyakarta, 2012. Dari rezim ke rezim, dangdut berkembang mengiringi zaman. Saat industri musik Indonesia dijejali lagu-lagu pop cengeng ala Rinto Harahap pada dasawarsa 1980-an, dangdut juga ikut menceburkan diri kendati dengan format yang berbeda. Begitu pula di era-era berikutnya di mana dangdut masih terus disuka walaupun hadir dengan wujud yang tidak selalu sama, termasuk dengan kemunculan Inul Daratista sejak milenium baru abad ke-21. Inul memang membikin heboh sekaligus menuai kecam dengan goyang ngebor-nya di awal era 2000-an itu yang lantas disusul dengan membanjirnya ragam jenis goyangan lainnya oleh para biduan wanita baru. Meskipun dicerca, bahkan sempat dicekal oleh sang raja dangdut Rhoma Irama, Inul tetap bertahan. Biduan asal Pasuruan, Jawa Timur ini bersikukuh ingin mengembalikan dangdut kepada akarnya, yakni sebagai musik rakyat Rudi Gunawan, Mengebor Kemunafikan Inul, Seks, dan Kekuasaan, 2003. Masyarakat Indonesia tidak sedikit yang menyukai dangdut gaya baru yang ditawarkan Inul. Dangdut terus melaju dan menggulung jenis musik apapun yang menghadangnya. Maka tidak heran jika kini dikenal banyak varian dangdut, sebutlah dangdut Jawa campursari, dangdut house, dangdut disko, dangdut koplo, dangdut metal, rock dangdut, dan seterusnya, hingga yang terbaru Nasida Ria versi kekinian alias Qasima. Namun secara lebih dalam, sejarah musik dangdut tak bisa begitu saja dilepaskan dari pengaruh bentuk musik-musik lain yang terbentuk lebih awal. Seperti yang sudah disinggung di awal, musik dangdut sangat dipengaruhi musik India, irama Arab, dan Melayu. Secara lebih lengkapnya, perlu kiranya kita simak latar belakang musik-musik tersebut yang mempengaruhi musik dangdut. Kasidah Kasidah masuk ke Nusantara semenjak Agama islam dibawa oleh saudagar Arab pada tahun 635, juga saudagar Gujarat tahun 900-1200, dan saudagar Persia tahun 1300-1600. Kasidah adalah seni suara yang bernafaskan Islam, di mana pada syair-syairnya mengandung nilai-nilai dakwah Islam dan ajakan kepada kebaikan. Biasanya, syair-syair kasidah dinyanyikan dengan penuh kegembiraan dan iramanya sangat identik dengan nuansa Timur Tengah. Alat musik yang digunakan adalah rebana, alat musik tradisional yang berupa kayu berbentuk lingkaran yang dilubangi tengahnya, kemudian di bagian tengah tersebut ditutup dengan kulit binatang yang sudah disamak. Di zaman modern, lagu-lagu qasidah juga dibawakan dalam bahasa Indonesia. Grup kasidah modern membawa seorang penyanyi utama yang dibantu paduan suara wanita. Selain rebana, alat musik juga menggunakan alat-alat modern seperti biola, gitar, keyboard, dan flute. Perintis musik kasidah modern adalah grup Nasida Ria dari Semarang dengan lagu fenomenalnya “Perdamaian”. Grup-grup musik yang juga turut andil mengusung musik qasidah di antaranya Bimbo, Koes Plus, dan AKA. Kasidah merupakan salah satu cikal bakal yang membentuk bentuk musik baru, yaitu dangdut. Gambus Gambus juga merupakan salah satu cikal bakal yang turut mempengaruhi musik dangdut. Gambus adalah sebuah alat musik Arab seperti gitar, namun menghasilkan suara nada rendah. Diperkirakan alat musik gambus masuk ke Nusantara sejak tahun 1870 hingga 1888 bersama migrasi marga Arab Hadramaut dan Mesir. Memasuki abad 20, penduduk Arab-Indonesia mulai gemar mendengarkan lagu gambus. Kemudian pada tahun 1930, grup orkes gambus pertama didirikan oleh Syech Albar ayah Ahmad Albar di Surabaya. Ia membuat rekaman piringan hitam dengan Columbia dan laku di pasaran Malaysia dan Singapura. Musik Melayu Deli Musik Melayu adalah sebuah aliran musik tradisional yang muncul dan berkembang di wilayah pantai timur Sumatera, kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Ciri khas dari musik Melayu terletak pada lirik yang menyesuaikan dengan kehidupan sehari-hari nan penuh dengan pesan moral, dinyanyikan dengan vokal khas cengkok Melayu, dan aransemen yang tersusun rapi. Pada awalnya, alat musik yang digunakan berupa rebana, gambus, biola, akordion, gong, dan serunai, yang merupakan pengaruh dari budaya Arab dan Eropa tradisional. Seiring perkembangan teknologi, alat musik tersebut kemudian digantikan dengan alat-alat musik modern seperti gitar, keyboard, dan lainnya. Di masa-masa musik populer menginvasi Nusantara, musik Melayu mengalami keberingsutan gaya musik karena telah tercampur dengan aliran musik pop, rock, dan menjadi cikal bakal musik dangdut. Musik Melayu dapat dijumpai di negara-negara serumpun Melayu, seperti Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Irama Amerika Latin Irama musik Amerika Latin juga turut mempengaruhi perkembangan musik dangdut di antara jenis-jenis musik lain. Pada tahun 1950-an, musik Amerika Latin masuk ke Indonesia oleh beberapa komponis Amerika Latin. Musik-musik tersebut kemudian menjadi begitu lekat dengan orang Indonesia dan turut memberikan pengaruh pada unsur sebagian musik dangdut. Campursari Musik dangdut bersifat begitu elastis dan fleksibel dalam mempengaruhi dan dipengaruhi oleh musik lain. Lagu-lagu Barat tahun 1960-an dan 70-an banyak yang didangdutkan. Aliran musik gambus dan qasidah secara perlahan hanyut dalam arus musik dangdut. Begitu juga musik modern misal musik rock, pop, disco, house music juga tak ketinggalan bersenyawa dengan baik dalam musik dangdut. Aliran campuran antara musik rock dan dangdut secara tak resmi disebut rockdut’. Musik-musik daerah seperti jaipongan, tarling, keroncong, dan langgam Jawa bercampur dengan musik dangdut menjadi bentuk musik baru, campur sari, dengan tokohnya Didi Kempot. Dangdut Koplo Musik koplo atau dangdut koplo adalah sub aliran dari genre dangdut. Ciri khas yang menandakan musik koplo adalah irama dengan tempo yang lebih cepat. Aliran ini dipopulerkan oleh grup Orkes Melayu yang merajai panggung musik wilayah Pulau Jawa, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Memasuki abad 21, seiring dengan kejenuhan musik dangdut murni, musisi di Jawa Timur di daerah pesisir Pantura mulai mengembangkan bentuk musik dangdut gaya baru yang dikenal dengan musik dangdut koplo. Dangdut koplo adalah mutasi dari musik dangdut setelah era congdut dangdut campursari. Sekira dua tahun setelah kemunculannya, musik koplo semakin mendapat tempat di hati masyarakat dengan melebarnya area kekuasaannya hingga ke beberapa wilayah seperti Yogyakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah. Salah satu hal yang membuat aliran ini cepat meluas dan sukses di banyak daerah adalah maraknya VCD bajakan yang begitu mudah dan murah didapatkan sebagai alternatif hiburan masyarakat dari kaset-kaset original yang mahal. Selain kaset bajakan, popularitas dangdut koplo juga berkat fenomena goyang ngebornya Inul Daratista. Kehebohan Inul secara praktis tercium juga oleh beberapa media televisi swasta nasional. Dari sana, masyarakat Indonesia semakin lebih mengenal dangdut koplo dibandingkan musik dangdut murni itu sendiri. Menikmati musik dangdut sekarang lebih mudah. Berbagai media sekarang bisa kamu nikmati dengan mudah. Mulai dari TV, portal streaming video, atau media sosial yang selalu bisa kamu akses di mana pun kamu berada. Nah, kalo misalnya kamu lagi bosen banget buat nonton Youtube atau televisi, kamu masih punya alternatif buat dengerin musik atau radio. Salah satu rekomendasi salurån radio dangdut adalah RDI Radio Dangdut Indonesia. RDI adalah sebuah stasiun radio yang di bawah naungan MNC Radio Networks milik MNC dan kakak perusahaan PT. Serum Nagari Buana. Dulu dikenal dengan sebutan Radio Monalisa, kemudian Radio Dangdut TPI. Disiarkan dari Ibu Kota Jakarta, Radio Dangdut Indonesia mengudara non-stop 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Radio ini menyajikan musik dangdut, pop hits, dan musik melayu, dengan target pendengar muda dari semua kalangan. RDI bisa kamu dengarkan di FM atau streaming di sini [KLIK]. Referensi [1] Sejarah Dangdut, dari Dakwah Hingga Goyang [2] Mengenang Kembali Sejarah Musik Dangdut dan PerkembangannyaTernyataMusik Dangdut Banyak Jenisnya Loh, Apa Saja? MATA INDONESIA, JAKARTA - Musik Dangdut merupakan salah satu genre yang populer di Indonesia. Terdiri dari gabungan musik tradisional Hindustani, Melayu, dan Arab. Ciri khas dari dangdut adalah suara alat musiknya yaitu tabla atau gendang yang mengeluarkan suara berbunyi 'dang-dut'.